Mengenai Saya

Foto saya
Berusaha, fokus dan berdoa untuk mencapai tujuan hidup.

Rabu, 24 November 2010


Home »

Model Konseptual dan Penerapan SCM untuk Produk Agrikultur di Indonesia

Model Konseptual dan Penerapan SCM untuk Produk Agrikultur di Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal akan kekayaan  sumber daya alamnya. Sebagian besar lahan yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pangan. Namun demikian, apa yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, masalah pangan seringkali menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai. Banyak permasalahan yang terjadi pada  kondisi agrikultur di Indonesia. Bila dirunut, permasalahan-permasalahan yang memiliki hubungan sebab akibat ini terjadi sepanjang rantai pasok dari produk agrikultur. Permasalahan tersebut berupa permasalahan produksi pangan itu sendiri, permasalahan aliran produk dan informasi yang melibatkan bermacam-macam fungsi atau anggota rantai pasok.

Kondisi Agrikultur di Indonesia
Kondisi agrikultur di Indonesia tidak seperti negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki karakteristik tertentu mengenai sistem distribusinya. Hal ini diakibatkan karena kondisi geografis indonesia yang unik yakni berupa kepulauan. Sehingga tidak semua lahan pertanian dapat menghasilkan hasil panen yang sama. Hasil pertanian tergantung terhadap kondisi lahan dan cuaca, dimana disetiap daerah memiliki kondisi lahan dan cuaca yang berbeda-beda. Dari sisi  sumber daya manusia, dalam hal ini petani, petani tidak memiliki pendidikan yang cukup sehingga mereka tidak memiliki perencanaan yang baik dalam hal panen tanaman sehingga mereka tidak dapat menetapkan pendapatan yang cukup dari apa yang telah mereka produksi. Dilain pihak yakni konsumen memiliki keinginan dan preferensi konsumen yang tidak disampaikan secara langsung kepada petani-petani yang memproduksi produk pangan sehingga terkadang terjadi ”missing link” antara hubungan petani dengan konsumen. bila di jabarkan,  permasalahan yang terjadi pada sistem agrikultur di indonesia adalah produksi yang tidak terencana, produk-produk pendukung ini sulit untuk diperoleh, fasilitas informasi dan komunikasi yang belum terjalin dengan baik, Sistem distribusi di indonesia tidak terkelola dengan baik dan tidak efisien, minim penggunaan teknologi dan yang terakhir permasalahan umum yang terjadi di Indonesia yakni sumber daya manusia. Kebanyakan dari petani tidak memiliki pendidikan yang cukup sehingga terkadang sulit untuk meyakinkan petani untuk mencoba metode yang menghasilkan hasil yang lebih baik.
Dari permasalahan-permasalahan yang diungkapkan tersebut, sebagian besar permasalahan dikarenakan kurang baiknya pengelolaan terhadap aliran produk dan informasi sepanjang rantai pasoknya. Baik itu rantai pasok dari produk utama maupun produk pendukung. Untuk itu peranan supply chain management (SCM) dalam permasalahan produk agrikultur di indonesia sangatlah penting. Diharapkan dengan dilakukannya penerapan SCM pada indutri agrikultur di indonesia dapat memfasilitasi pengelolaan aktivitas bisnis antar trading partner, dari pembelian bahan baku dan supporting product untuk produksi hingga pengiriman produk akhir pada customer akhir. Tentunya tujuan akhirnya yakni pada peningkatan keuntungan kompetitif dan shareholder value dan mereduksi biaya produksi serta distribusi sehingga dapat meningkatkan  taraf hidup petani namun dilain sisi juga dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara tepat.

Sistem Distribusi Produk Agrikultur di Indonesia
Ada tujuh fungsi/anggota rantai pasok yang membentuk sistem distribusi produk agrikultur di Indonesia. Ketujuh fungsi ini berperan secara langsung dalam aktivitas distribusi produk. Adapun ketujuh fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Supplier untuk produk pendukung
  2. Petani
  3. Collector
  4. Industri Pangan
  5. Wholesalers
  6. Retailer
  7. Consumer
Perkembangan-perkembangan teknologi informasi dalam bidang agrikultur
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya banyak sekali permasalahan yang terjadi pada aliran produk di sepanjang rantai pasok dari produk agrikultur. Penyebab terbesar dari terjadinya permasalahan tersebut adalah karena tidak adanya informasi yang cukup mengenai apa yang diinginkan masing anggota rantai pasok. Disini akan dibahas perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan dan juga menjembatani komunikasi antara para anggota rantai pasok. Adapun perkembangan teknologi dalam bidang agrikultur yang menunjang dalam pengelolaan rantai pasoknya adalah sebagai berikut :
1. Web-based percision farming system
Tidak seperti industri manufaktur, dimana produksi dapat diperkirakan melalui peramalan dan dapat ditentukan sesuai dengan kapasitas dari pabrik, pada industri agrikultur sulit ditentukan karena produksinya sangat tergantung sekali terhadap perubahan lingkungan. Percision farming merupakan teknologi pertanian modern. Meskipun penerapan teknologi ini di Indonesia masih menjadi kendala, sebagai pandangan kedepan, dengan memanfaatkan informasi-informasi yang dihasilkan dari teknologi ini  memudahkan petani untuk mengetahui  perkiraan kapan waktu panen, berapa kapasitas panennya, dan kondisi lingkungan yang sedang terjadi seperti iklim, kondisi tanah dll. Informasi ini sangat berguna sebagai input awal dari pengelolaan rantai pasok dari produk agrikultur.
2. Agricultural Product Transportation Tracking System
Dari proses panen hingga mencapai tangan konsumen, produk agrikultur melewati berbagai proses handling. Misalnya saja butir padi, jagung atau produk agrikultur yang berupa biji-bijian proses handling dilakukan ketika proses panen telah selesai selanjutnya biji-bijian tersebut diangkut menggunakan truk untuk disimpan didalam gudang. Kemudian dalam tahap selanjutnya dilakukan pengiriman untuk konsumen akhir domestik maupun internasional atau untuk diproses dalam proses selanjutnya. Dalam setiap tahap ini proses penelusuran atau tracking pada aktivitas  transportasi pada produk agrikultur sangat diperlukan untuk hal-hal berikut:
  • Terkontaminasinya atau bercampurnya produk dengan material asing
  • Menghindari masalah-masalah seperti masalah rusaknya produk, pencurian, penimbunan dll
Saat ini beberapa peneliti telah mengembangkan model konseptual proses tracking untuk produk agrikultur terutama biji-bijian. Umumnya, komponen utama dalam model konseptual ini adalah tag Radio Frequency Identification (RFID) dan GPS.

Model Konseptual Rantai Pasok Produk Agrikultur di Indonesia
Dari pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa perkembangan teknologi informasi dalam bidang rantai pasok khususnya untuk produk agrikultur sudah sangat pesat. Perkembangan teknologi yang ada saat ini, selain mampu untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing anggota rantai pasok agrikultur juga dapat membangun sarana untuk berkomunikasi antara anggota dalam rantai pasok. Namun demikian, penerapan teknologi informasi pada rantai pasok untuk produk agrikultur di indonesia masih sangat minim. Dari sisi non teknis, terhambatnya perkembangan penerapan teknologi ini  terutama disebabkan karena minimnya pengetahuan sumber daya manusia dan juga kebudayaan yang dianut. Sedangkan dari sisi teknisnya disebabkan karena belum adanya rantai pasok yang pasti. Untuk itu, dalam penerapan teknologi informasi pada rantai pasok produk agrikultur di Indonesia, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengembangkan jaringan rantai pasok yang sesuai dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia. Adapun nantinya jaringan rantai pasok ini haruslah dapat menunjang :
  1. Penyelenggaraan perencanaan produksi untuk produk agrikultur
  2. Pengoptimalan sistem distribusi
  3. Pengumpulan dan membagikan informasi kepada semua anggota dalam rantai pasok
Untuk mencapai ketiga hal tersebut maka harus ada penerapan teknologi informasi yang dapat memungkinkan ketiga tujuan tersebut tercapai. Tentunya dalam penerapannya, terlebih dahulu harus dilakukan perencanaan bagaimana aliran informasi – informasi dari masing-masing anggota rantai pasok  ini mengalir. Berdasarkan ketiga tujuan yang hendak dicapai maka perencanaan informasi difokuskan pada :
1. Linking the farmer in
hal ini dimaksudkan melibatkan secara langsung petani sebagai ujung tombak dari aliran produk dalam rantai pasok. Disini selain berperan dalam memproduksi pangan, petani juga diharapkan mampu merencanakan produksinya sesuai dengan berapa besarnya kuantitas dan varietas apa yang sedang dibutuhkan oleh pasar pada waktu tertentu. Bukan hanya sekedar mengikuti tren dari kesuksesan petani yang lain. Untuk dapat memenuhi hal tersebut, petani harus mendapatkan informasi mengenai kondisi pasar pada waktu tertentu.
2. Transparancy dan Distribution Management
Distribusi yang transparan sangat dibutuhkan dalam kondisi agrikultur di Indonesia. Sebab, distribusi sangat berpengaruh terhadap harga. Transparansi dalam distribusi ini dimaksudkan untuk menelusuri aliran produk dari petani hingga konsumen, sehingga dapat dipastikan bahwa produk benar-benar sampai ditangan konsumen dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dalam kondisi kualitas terjamin.
3. Access to Market
Banyak produk-produk agrikultur indonesia yang sangat potensial untuk dilempar kedalam pasar baik itu pasar dalam negeri maupun ekspor. Namun demikian, tidak semua produk-produk agrikultur dapat sukses hingga menghasilkan pendapatan yang cukup bagi petani diakibatkan karena tidak sampainya produk ketangan konsumen dengan tepat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya media yang menghubungkan antara petani dan konsumen. Customer sendiri, misalnya saja importir dari luar negeri dilain sisi juga kesulitan untuk mendapatkan informasi dimana harus mendapatkan produk yang sesuai dengan kriterianya baik itu kuantitas maupun kualitas dari produk agrikultur.
Untitled
Gambar  diatas merupakan perencanaan sistem arsitektur dari e-SCM untuk produk agrikultur. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa  ada 4 elemen yang terlibat dalam sistem tersebut yakni konsumen, petani dan asosiasi petani, fleet management center dan bagian penerjemah informasi. Konsumen ini dapat berupa konsumen international dan maupun domestik. Konsumen ini kemudian dipertemukan dengan petani atau asosiasi petani melalui internet seperti dalam konsep e-market place. Dengan dipertemukannya konsumen dan petani secara langsung ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani yakni dengan mempeluas area pemasaran melalui internet dan dilain sisi konsumen juga dapat mengkomunikasikan apa yang mereka inginkan dari produk yang dihasilkan petani dilahannya.  Teknologi interface seperti ini dalam bidang supply chain dikenal dengan sebutan teknologi mobile-SCM (m-SCM). Mobile device yang dapat  digunakan dalam m-SCM atau m-Commerce misalnya PDA, Laptop dengan wireless connection, Mobile Phone dan lain-lain.
Melalui media internet ini, konsumen dan petani melakukan transakasi tawar menawar (bidding) hingga terjadi kesepakatan. Sementara, Informasi yang dibutuhkan oleh konsumen dan petani mengenai kualitas dan kuantitas dari produk agrikultur dapat diperoleh dari modul informasi pertanian. Modul informasi pertanian ini berisikan informasi-informasi yang ditinjau dengan menggunakan farming percision. Setelah kesepakatan tercapai selanjutnya tinggal melakukan aktivitas transportasi yakni mengirimkan produk dari lahan pertanian hingga sampai ketangan konsumen. Selama pengiriman, elemen fleet management center mangambil peran untuk mengatur bagaimana supaya produk dapat sampai ketangan konsumen tepat waktu, sesuai kuantitas dan dengan kualitas terjamin sepanjang rantai pasok dari produk. Disini aktivitas fleet management center meliputi penentuan penggunaan kendaraan, penentuan rute dan jadwal kendaraan serta penelusuran produk (tracking system). Semua pertukaran informasi ini dijembatani oleh bagian penerjemah informasi. Bagian penerjemah informasi ini merupakan organisasi virtual bertugas untuk menerjemahkan informasi dari masing-masing elemen untuk dapat digunakan atau dibagikan ke elemen-elemen lainnya.

Tidak ada komentar: